"Kosep Dakwah Kultural di Indonesia"
KONSEP DAKWAH KULTURAL
DI INDONESIA
Makalah
ini Disusun
untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata
Kuliah : Al Islam
Kemuhammadiyahan III
Dosen
Pengampu : Agus Miswanto,
M.A
Disusun
Oleh :
Ifti Karomatul I 16.0401.0008
Muhammmad Nopriyanto 16.0401.0010
Ma’aruf Wachid Maulana 16.0401.0012
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAGELANG
2017
KATA PENGANTAR
Allhamdulillah, puji syukur
kehadirat Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu untuk
memenuhi tugas mata kuliah Al
Islam Kemuhammadiyahan 3.
Kami menyadari sepenuhnya di dalam
penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan
saran dari
para pembaca demi perbaikan pembuatan makalah ini dan makalah di masa yang akan
datang.
Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bisa bermanfaat bagi
penyusun dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari ‘Al
Islam Kemuhammadiyahan.
Amin.
Harapan
kami makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Magelang, 30 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah kultural adalah salah satu bentuk dari metode
yang diterapkan dalam proses penyebaran agama di Indonesia. Dengan harapan
dapat membangun model dakwah yang akomodatif, dinamis dan kreatif. Dakwah yang
kemudian dapat menyatu dengan masyarakat, namun tanpa kehilanggan identitasnya
sebagai bagian dari cara permurniaan Islam yang berlandas pada Al-Quran dan
Sunnah.
Membentuk masyarakat yang taat tanpa perlu merasa
terkengkang sangat perlu untuk kemajuan umat islam. Dengan segala kemoderenan
zaman, tradisi terus berjalan. Islmpun terus ada dan melekat pada masyarakat.
Maka dipelukan dakwah kultural dengan konsep yang bagus. Sehingga antara Islam
dan masyarakat bisa berjalan dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa dakwah kultural itu?
2.
Bagaimana adat istiadat dan kebudayaan di Indonesia?
3.
Bagaimana konsep dakwah kultural yang sesuai digunakan
di Indonesia?
4.
Bagaimana konsep
dakwah kultural Muhammadiyah?
C.
Tujuan Penulisan
Dengan mempelajari konsep dakwah kultural di Indonesia
diharapkan dapat mengetahui konsep
dakwah seperti apa yang diperlukan di Indonesia dengan segala keberagamannya. Tidak hanya sampai disitu
itu, diharapkan juga mampu untuk melaksanakannya. Sehingga dapat menjadikan
kehidupan agamis yang selaras dengan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dakwah Kultural
KH.
Ahmad Dahlan termasuk mubaligh yang cara menyampaikan dakwahnya dengan metode
dakwah kultural pada sekitar tahun 1912-an, karena beliau menyadari bahwa metode
dakwah yang tepat pada saat itu adalaah metode dakwah kultural.
Sejarah
dakwah kultural sebagaimana yang dilakukan diawal Islam masuk ke wilayah jawa,
dimana bangsa Indonesia saat itu kaya dengan animisme dan dinamisme, maka
pelaku dakwah kita yang terlalu lentur dalam menjalankan dakwah kulturalnya
mengakibatkan ajaran Islam yang sudah sempurna menjadi terkotori oleh budaya
setempat.
Dakwah secara etimologi
dakwah berasal dari bahasa arab menjadi
bentuk masdar yang
berarti seruan, ajakan,
atau pangggilan. Seruan
yang digunakan pada dakwah bertujuan
mengajak seseorang baik dalam melakukan sesuatu kegiatan atau dalam perubahan
pola serta kebiasaan hidup berubah kearah yang lebih baik .
Kultural adalah sesuatu yang
berhubungan dengan kebudayaan. Jadi, segala sesuatu yang ada kaitan dengan kepercayaan, tradisi, atau hal-hal lain yang terkait
dengan seni rupa disebut dengan kultural.
Jadi, pengertian dari dakwah kultural itu sendiri
adalah ajakan atau panggilan untuk seluruh umat Islam untuk lebih mengenal
agama Islam yang berkaitan dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada.
Dakwah
kultral sebeneranya merupakan metode yang baik untuk dilakukan baik di
masyarakat desa maupun lingkungan masyarakat kota ,baik yang berfikiran
primitif atau berpikiran modern.
B.
Adat dan Kebudayaan Indonesia
Istilah adat berasal dari bahasa Arab Al-‘Adatu,
dan menurut arti bahasa adalah sesuatu yang diulang-ulang sehingga mudah
dilaksanakan seperti sudah menjadi watak (Ar-Raghib: 364). Para pakar bahasa
dan pakar ilmu hukum memberi makna terhadap istilah adat ini dengan memasukkan
unsur kebaikan di dalamnya, seperti yang tercermin dari pandangan Ibnul
Manzhur, bahwa adat itu ialah suatu tingkah laku yang diakui baik, dan yang
diulang-ulang. Sedang Al-Ghazali, Al-Jurjani dan Abdul Wahhab Khallaf
menyamakan Al-‘Adatu dengan Al-‘Urfu yang bermakna “baik”. Namun
Al-Khayyath dalam bukunya Nazhariyatul ‘Urfi (1977 : 23) memberikan pengertian Al-‘Adatu
ialah sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa melalui pertimbangan akal dan
watak manusia. (Muchlas, 2006)
Di
tengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagamaan yang bagi sebagian
orang tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya. Contohnya adalah tradisi tahlilan.
Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa upacara tahlilan
adalah kewajiban agama. Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan
ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Padahal yang diperintahkan
oleh agama berkaitan dengan kematian adalah “memandikan, mengkafani,
menyalatkan, mengantar ke makan, memakamkan, dan mendoakan”. Ini berarti bahwa
upacara tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang
mungkin telah ada sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah
duka, yang kemudian diIslamkan atau diberi corak Islam. Yang perlu
dilakukan dalam hal ini adalah membenahi pemahaman dan penyikapan umat terhadap
praktek-praktek keberagamaan seperti itu secara proporsional.
C.
Konsep Dakwah Kultural di Indonesia
Dengan sasaran seperti yang dilakukan oleh
persyarikatan Muhammadiyah dalam dakwahnya yaitu untuk perorangan ditunjukan
kepada yang telah beragama Islam (bersifat pemurnian) dan yang belum beragama
Islam (bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam). Sedangkan dakwah
untuk masyarakat dilakukan dalam rangka perbaikan hidup, bimbingan serta peringatan
untuk selalu melakukan yang ma’ruf dan menjahi mungkar. (Shobahiya, 1995)
Berikut merupakan konsep-konsep dakwah yang cocok
untuk diterapkan di Indonesia :
1.
Memasukan nilai-nilai Islam dalam adat istiadat atau
kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat
Yaitu dengan melihat dan mempelajari adat istiadat dan
kebudayaan sebagaimana telah dijelaskan diatas. Kemudian dari adat istiadat dan
kebiasaaan tersebut dimasukkan
nilai-nilai Islam yang sajalan dengan adat istiadat atau kebiasaan tersebut
sebagai pembingkai dari kebiasaan tersebut.
Sepeti
yang dilakaukan oleh para walisongo dalam menyampaikan
dakwahnya di Indonsia. Mereka memasukkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam
adat kebisaan yang ada di masyarakat. Sunan Kalijaga dengan menggunakan wayang kulitnya, Sunan Ampel
dengan menggunakan lagu-lagu Jawanya, dan sebagainya.
2.
Terus mendorong kebiasaaan atau budaya masyarakat yang
sudah sajalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Hal
ini dilakukan karena banyak adat kebiasaan dari masyarakat yang sudah sejalan
dengan nilai-nilai Islam. Sehingga tidak ada yang perlu dirubah atau pun
dihilangkan. Semisal budaya gotong royong yang sudah sangat merekat di
Indonesia dan hal tersebut sasuai dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam.
Salah satu contoh kebudayaan yang
tidak bertentangan dengan Islam
seperti kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita
biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gr emas. Dalam Islam budaya
itu syah-syah saja, karena Islam
tidak menentukan besar kecilnya mahar.
3.
Menyingkirkan adat istiadat atau kebiasaan yang tidak
sesuai dengan Islam secara pelan-pelan namun terus menerus samapai masyarakat
paham.
Setiap aturan, anjuran, perintah
tentu saja akan memberi dampak positif dan setiap larangan yang diindahkan
membawa keberuntungan bagi hidup manusia. Salah satu larangan yang akan membawa
maslahat bagi manusia adalah menjauhkan diri dari kebiasaan-kebiasaan nenek
moyang terdahulu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal tersebut
sebagaimana yang Allah firmankan dalam AlQur’an :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ قَالُوا
بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ
لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُون٢:١٧٠
“Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”
mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek
moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek
moyang mereka
itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah:170)
Namun dalam pelaksanaanya untuk menghilangkan adat istiadat
atau kebudayaan tidak semudah itu. Maka perlu dilakukan pendekatan-pendekatan
kepada
masyarakat secara perlahan.
Tentang apa yang termaktub dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Hal tersebut juga
harus dilakukan secara terus menerus sampai masyarakat bena- benar paham dengan
adat istiadat dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
dan meninggalkanya.
4.
Menyampaikan dengan tegas tentang kebiasaan atau
budaya yang tidak sesuai dengan masyarakat
Sebagaimana adat kebiasaan Arab ada sebagian dari
kebudayaan Arab Jahiliyah yang diterima dan diridhoi Allah untuk dilestarikan
terus sesudah dibersihkan dari noda dan keburukannya. Kebiasaan ini sebenarnya
mengandung nilai yang baik, tetapi tercampur karena masuknya unsur yang tidak
baik, dalam arti akan membawa manusia kepada kesengsaraan dan penderitaan
hidup. (Muchlas, 2006)
Demikian juga dengan adat istiadat di Indonesia ada
dari sebagian adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Dari
adat kebiasaan atau kebudayaan yang
telah melekat kuat didalam diri masyarakat, tentu tidaklah mudah untuk
menghapusnya. Oleh karena itu dibutuhkan ketegasan dalam penyampaian
seruan-seruan Islam pada adat kebiasaaan yang ada pada masyarakat.
Sebagai contoh adalah tentang tidak diperbolehkanya
meminta pertologan atau menyembah kepada selain Allah, semisal pepohonan dan
sebagainya dengan memberi sesaji dan sebagainya. Karena hal tersebut sudah
merupakan dosa terbesar dan tidak ada ampunan untuk dosa syirik tersebut. Maka
harus disampaikan dengan jelas dan tegas tentang hal tersebut sehingga tidak
terjadi penyelewengan.
D.
Konsep Dakwah
Kultural Muhammadiyah
Dakwah
kultural yang dilakukan Muhammadiyah mencoba untuk memahami potensi dan
kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya. Yang berarti memahami ide-ide,
adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem aktivitas, simbol, dan
hal-hal fisik yang memiliki makna tertentu dan hidup subur dalam kehidupan masyarakat.
Pemahamanan tersebut dibingkai oleh pandangan dan sistem nilai ajaran islam yang
membawa pesan rahmatan Lil’alamin. Dengan demikian dakwah kultural
menekankan pada dinamisasi dakwah, selain pada pufikasi.
Dinamisasi
berarti mencoba untuk mengapresiasi (menghargai) potensi dan kecenderungan
manusia sebagai makhuk budaya tersebut membawa pada kemajuan dan pencerahan
hidup manusia. Sedangkan purifikasi mencoba untuk menghindari pelestarian
budaya yang nyata-nyata dari segi dari ajaran islam bersifat syirik, takhayul,
bidah, dan khurafat. Karena itu, dakwah kultural bukan berarti melestarikan
atau membenarkan hal-hal yang bersifat syirik, bid’ah, tahayul, dan khurufat,
tetapi tata cara memahami dan menyikapinya dengan menggunakan kacamata atau
pendekatan dakwah.
Kreativitas
dan inovasi kultural dalam berdakwah yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam
berdakawah menggunakan pendekatan kultural. Dengan mendirikan lembaga
pendidikan, rumah sakit panti asuhan, dan lain-lain adalah contoh penting bahwa
K.H.Ahmad Dahlan dalam berdakwah mengunakan pendekatan kultural. Pendekatan ini
diteruskan oleh para elit Muhammadiyah berikutnya, sehingga Muhammadiyah dalam tempo
singkat berkembang pesat. Dikaitkan dengan tiga dimensi dakwah, maka dakwah
kultural ini telah memperlihatkan ketiga dimensi dakwah, yaitu : dimensi
kerisalahan, dimensi kerahmatan, dan dimensi kesejahteraan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dakwah kultural adalah ajakan atau panggilan untuk
seluruh umat Islam untuk lebih mengenal agama Islam yang berkaitan dengan
kebudayaan-kebudayaan yang ada.
Islam
datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang
baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan
budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari
hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa mudarat di dalam kehidupannya,
sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi
derajat kemanusiaan.
Perlu
usaha yang keras untuk membingkai dan membentuk kebudayaan di Indonesia agar
sesuia dengan ajaran islam. Sehingga masyarakat dapat paham dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah dengan kebudayaan yang ada di masyarakat sendiri. Kebudayaan
dapat berjalan berdampingan dengan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Muchlas, I.
(2006). Landasan Dakwah Kultural. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Shobahiya, M.
(1995). Studi Kemuhammadiyahan Kajian Historis, Ideologis Organisasi.
Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta.
http://ki-stainsamarinda.blogspot.co.id/2012/09/islam-dan-kebudayaan.html http://wahdah.or.id/menyikapi-tradisi-adat-istiadat-dalam-perspektif-islam/
https://www.caknun.com/2016/antara-agama-dan-budaya-d
Komentar
Posting Komentar